TOP NEWS

Jumat, 26 Oktober 2012

Nafkah bagi Istri yang Ditalak

Alloh ‘azza wa jalla berfirman :

“Wahai Nabi, apabila kalian mentalak istri-istri kalian maka talaklah mereka di saat mereka dapat menghadapi iddah mereka dan hitunglah iddah tersebut. Dan bertaqwalah kalian kepada Rabb kalian. Selama masa iddah tersebut, janganlah kalian mengeluarkan mereka dari rumah-rumah mereka dan janganlah mereka keluar darinya kecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Demikianlah batasan-batasan Alloh. Siapa yang melampaui batasan-batasan tersebut, maka sungguh ia telah mendholimi dirinya sendiri…” QS. At-Thalaq ; 1

 Al Hafidz Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat diatas : “Yakni dalam masa iddahnya seorang istri berhak mendapatkan tempat tinggal dari suaminya selama ia beriddah dari suami tersebut. Tidak boleh suami mengeluarkan si istri dan tidak boleh pula istri tersebut keluar dari rumah…”

Istri yang ditalak raj’i / talak yang bisa dirujuk, BERBEDA dengan istri yang ditalak ba’in / talak tiga, dimana istri yang ditalak ba’in ini tidak mendapatkan hak nafkah dari suami yang mentalaknya. Sebagaimana kisah Fathimah bintu Qais radhiyallohu ‘anha yang ditalak ba’in oleh suaminya, Abu Amr bin Hafs radhiyallohu ‘anhu yang sedang bepergian (tidak berada dirumah). Lalu Abu Amr mengirimkan gandum untuk Fathimah lewat wakilnya. Maka Fathimah memandang pemberian itu sedikit hingga ia tidak ridha.

 Abu Amr berkata, “Demi Alloh, engkau tidak memiliki hak apapun terhadap kami.” Datanglah Fathimah menemui Rosulullah sholallohu ‘alaihi wasallam mengadukan hal tsb. Rosulullah bersabda : “Engkau memang tidak memiliki hak nafkah darinya.” HR. Muslim

 Nafkah bagi Istri yang Ditalak Tiga Bila Sedang Hamil
 Alloh Ta’ala berfirman :

“Tempatkanlah para istri tersebut ditempat kalian tinggal dengan sekemampuan kalian dan janganlah kalian memudharatkan mereka untuk menyempitkan dan menyulitkan mereka.” QS. At-Thalaq ; 6

Ibnu Katsir berkata : “Alloh ‘azza wa jalla memerintahkan hamba-hambaNya bila salah seorang dari mereka mentalak istrinya, maka hendaklah ia memberikan tempat tinggal kepada istri tersbut hingga selesai iddahnya. Alloh berfirman, “Tempatkanlah para istri tsb di tempat tinggal kalian”, yakni di sisi kalian. “dengan sekemampuan kalian”, kata Ibnu Abbas, Mujahid dan yang lainnya : yakni sesuai kelapangan kalian. Sampai-sampai Qatadah berkata : “Jika engkau tidak mendapatkan tempat tinggal untuknya kecuali di sisi rumahmu maka tempatkanlah ia disitu.”

Alloh ta’ala berfirman :

“Bila istri yang ditalak tersebut dalam keadaan hamil maka berilah infaq/belanja kepada mereka hingga mereka melahirkan bayi yang dikandungnya.” QS. At-Thalaq ; 6

Mayoritas ulama diantaranya Ibnu Abbas, sekelompok salaf dan kebanyakan ulama dari kalangan khalaf (orang yang belakangan) mengatakan ayat ini berkaitan dengan istri yang ditalak ba’in / talak tiga (yang sebenarnya ia tidak memiliki hak nafkah dari suami yang mentalaknya), bila ia sedang hamil maka ia diberi nafkah sampai melahirkan kandungannya. 

Mereka mengatakan : “Dalil dalam hal ini adalah istri yang ditalak raj’i wajib diberikan nafkah selama masa iddah, sama saja apakah ia sedang hamil atau tidak.” [ Ahkamu at-Thalaq fi Syariah Al Islamiyyah, hal.177 ]

 Pemberian Untuk Istri Yang Ditalak

Alloh ‘azza wa jalla berfirman :

“Untuk istri-istri yang ditalak oleh suaminya, mereka berhak mendapatkan pemberian dengan cara yang ma’ruf, sebagai satu kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa.” QS. Al-Baqarah ; 241

Ayat yang mulia diatas menunjukkan setiap wanita yang ditalak berhak mendapatkan mut’ah (pemberian), sama saja apakah suaminya sempat bersenggama dengannya dalam masa pernikahan itu atau tidak, dan sama saja apakah mut’ah tersebut disyaratkan untuknya atau tidak. Demikian pendapat Said bin Jubair sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thobari dengan sanad yang shohih (5/263) dan dikuatkan oleh beliau, sebagaimana dikuatkan pula oleh Ibnu Hajar dalam “Fathul Bari” (9/496). Imam Malik juga berpendapat demikian. [Ahkamu Ath-Thalaq hal.180 ]

Pengertian  mut’ah sendiri kata Ath-Thobari (5/262) adalah suatu pemberian yang bisa menyenangkan si wanita berupa kain, pakaian, nafkah, pelayan dan selainnya. Adapun kadarnya sebagaimana dinyatakan dalam firman Alloh ta’ala :

“Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya pula yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat baik.” QS. Al-Baqarah ; 236

Ath-Thobari berkata : “Yakni berikanlah kepada para istri yang dicerai apa yang menyenangkan mereka dari harta kalian sesuai kadar kemampuan kalian dan kedudukan kalian dari kekayaan dan kefakiran.” (5/120)

Allohu Ta’ala a’lam bish-showwab,,,

-dinukil dari kitab Al Intishaar li Huquqil Mu’minaat karya Ummu Salamah As-Salafiyyah ; edisi terjemah “Persembahan Untukmu Duhai Muslimah” penerbit Pustaka Al Haura’-

0 komentar: